Senin, 10 November 2008

Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia


BAB I
PENGANTAR
Hukum ketenagakerjaan di Indonesia masih belum stabil dan masih banyak pekerja yang belum tau akan adanya hukum tersebut. Di Indonesia sering kali banyak terjadi demo. Hal ini tidak lain disebabkan oleh adanya suatu pihak yang dirugikan. Dalam hal ini saya paparkan bahwa yang sering merasa dirugikan adalah buruh. Buruh merupakan kelompok pekerja dalam suatu bidang usaha merupakan mitra yang penting bagi pengusaha didalam menjalankan roda kegiatan ekonomi. Disatu pihak pengusaha memiliki modal dan membutuhkan buruh untuk melaksanakan pekerjaan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pengusaha, dan dilain pihak buruh membutuhkan pekerjaan dan memberikan kontribusi tenaga dan pikirannya untuk melaksanakan pekerjaan yang dibebankan pengusaha kepadanya dengan menerima sejumlah imbalan yang ditentukan. namun seringkali terjadi pelanggaran hak-hak buruh yang dilakukan oleh pengusaha, yang mana pelanggaran tersebut misalnya pembayaran upah yang dibawah standard peraturan pemerintah atau pembayaran lembur yang dibawah ketentuan pemerintah dan lain-lain. Perjalanan sejarah gerakan buruh di Indonesia mengalami kemunduran sejak reji demokrasi terpimpin (orde lama). Hal ini lebih diperkuat tatkala
rejim orde baru mengambil kebijakan industrialisasi untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan.1
Pembaharuan peraturan-peraturan pemerintah mengenai ketenagakerjaan dari waktu ke
waktu merupakan wujud komitmen pemerintah untuk terus menyempurnakan aturan aturan
normatif ketenagekerjaan untuk dapat memenuhi rasa keadilan bagi dunia
1 Tim PMK-HKBP,Pengetahuan Dasar tentang Hak-Hak Buruh,Cetakan IV, Yakoma PGI, Jakarta, 2002
2 ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat pihak pengusaha dan buruh (pekerja).
Ketentua-ketentuan ketenagakerjaan yang dikeluarakan pemerintah bertujuan untuk
mengatur kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia, akan tetapi pemerintah pula sering
mengeluarkan kebijakan aturan normatif yang tidak jelas dan tidak mengatur secara
mendetil aturan-aturan tersebut sehingga menimbulkan banyak makna penafsiran oleh
pihak pengusaha, hal ini tentu akan banyak menimbulkan konflik antara pengusaha dan
tenaga kerja.
Adanya acuan yang tidak jelas ini dapat memicu perbedaan persepsi antara pengusaha
dan tenaga kerja yang berujung kepada mogok kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja
ataupun penutupan perusahaan untuk sementara oleh pengusaha, yang nantinya
mengakibatkan kerugian kepada kedua belah pihak.
Buruh sebagai sumber daya manusia yang merupakan penggerak perusahaan cenderung
menggunakan aksi mogok kerja yang biasanya dilakukan secara kelompok sebagai upaya
untuk menyampaikan maksud ataupun tuntutan tertentu kepada pihak pengusaha. Mogok
kerja dalam arti berhenti beraktivitas untuk waktu yang tidak ditentukan dalam usaha
menyalurkan aspirasinya kepada pihak pengusaha.
Seperti kita ketahui bersama Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang.
Sebagai negara yang sedang berkembang tentu Indonesia mengharapkan adanya
percepatan pembangan pertumbuhan ekonomi dengan masuknya investasi asing ke
Indonesia. Penanaman modal asing ini merupakan akselerasi perkembangan ekonomi
yang nantinya diharapkan ikut berperan dalam pensejahteraan nasib rakyat Indonesia.
Sejalan dengan masuknya Investasi ke Indonesia maka hal ini mendorong pencipataan
lapangan kerja baru bagi rakyat yang dapat menurunkan angka pengangguran yang
merupakan salah satu masalah krusial Indonesia yang juga merupakan masalah-masalah
yang banyak dihadapi oleh negara-negara dunia yang sedang berkembang.

BAB II
PERMASALAHAN
Sering kita jumpai berita-berita di media massa mengenai pemogokan yang dilakukan
para tenaga kerja atau buruh di berbagai perusahaan. Berita-berita tersebut memberikan
gambaran bahwa hubungan antara buruh dan majikan tidak berjalan dengan harmonis.
Terjadinya suatu pemogokan yang dilakukan oleh kaum buruh di suatu perusahaan tidak
terlepas dari berbagai masalah yang dihadapi para buruh yang bersangkutan, misalnya
rendahnya upah buruh, serta ada kemungkinan hak-haknya tidak diperhatikan oleh pihak
majikan. Oleh karena itu, perlu upaya dari pihak majikan untuk mencari pemecahan
apabila terjadi suatu pemogokan.2
Pada prinsipnya mogok kerja (strike) merupakan hak dasar pekerja/buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan (Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Yang dimaksud
gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang dapat disebabkan oleh salah satu pihak tidak mau melakukan
perundingan atau perundingan menemui jalan buntu. Pengertian tertib dan damai disini
adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau mengancam
keselamatan jiwa dan harta benda perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik
masyarakat.
Ada beberapa aturan mogok kerja yang merupakan aturan normatif seperti antara lain
mogok kerja wajib memeatuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan, para pekerja/buruh juga harus memperhatikan Undang-Undang
2 Djaja Sembiring Meliala, “Eksistensi dan Pelaksanaan Hak Mogok Menurut Hukum Perburuhan” Tesis
Pasca Sarjana Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1994, hlm. 92
4
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,
dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bentuknya bila pekerja/buruh akan melaksanakan mogok kerja didalam perusahaannya,
ia harus memberitahukan kepada pengusaha dan instansi berwenang. Sedangkan bila
akan melaksanakan mogok kerja dan unjuk rasa atau demonstrasi di luar perusahaan,
disamping harus memberitahukan kepada pengusaha dan instansi berwenang (Disnaker),
juga harus memberitahukan kepada aparat berwajib (Kepolisian) setempat.3
Kendatipun hak mogok kerja diakui oleh Undang-undang; tetapi sebelum mogok kerja
dilakukan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :4
a. Benar-benar sudah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok
perselisihan antara serikat pekerja dan majikan.
b. Benar-benar permintaan untuk berunding telah ditolak oleh pihak pengusaha.
c. Telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu (dua) minggu tidak berhasil mengajak
pihak lainnya untuk berunding.
Disatu pihak mogok kerja merupakan senjata ampuh dalam upaya memenuhi aspirasi
buruh atau tenaga kerja namun dilain pihak hal ini merupakan potret buram kondisi
kehidupan ketenagkerjaan Indonesia yang mempengaruhi pengambilan keputusan bagi
pihak asing dalam menentukan penanaman modalnya di Indonesia. Suasana yang tidak
kondusif merupakan hambatan bagi investor asing dalam menanamkan modalnya di
Indonesia, kalau ini terjadi tentu upaya beban pemerintah untuk mengurangi angka
pengangguran akan gagal dan perekonomian Indonesia akan tetap terpuruk.
Hal semacam tesebut diatas perlu disikapi baik-baik oleh semua pihak, pemerintah dalam
hal ini harus tanggap, bagaimana sebaiknya memberlakukan aturan-aturan normatif hak
mogok bagi buruh dengan tetap menjaga iklim investasi yang sehat.
3 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan UU No.13 Tahun 2003,Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 97
4 Ibid.

BAB III
PENYELARASAN EKSISTENSI HAK MOGOK DENGAN
PENGEMBANGAN INVESTASI ASING DI INDONESIA
1. Pengertian Hak Mogok
Maslow mengemukakan suatu konsep yang membedakan lima tingkat kebutuhan
manusia, mulai dari kebutuhan dasar (fisik), kebutuhan keamanan atau keselamatan,
kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan kemampuan diri. Bila
diperhatikan, kebutuhan yang dikemukakan di atas, tentu, kebutuhan tersebut merupakan
bagian terpenting dari hidup manusia (buruh) yang harus dipenuhi. Kaum buruh tidak
mungkin melakukan pekerjaannya dengan tenang dan baik apabila berbagai
kebutuhannya tidak dipenuhi. Kaum buruh tidak mungkin melakukan pekerjaannya
dengan tenang dan baik apabila berbagai kebutuhannya tidak dipenuhi. Sehubungan
dengan itu, para majikan harus dapat memahami berbagai kebutuhan yang diperlukan
oleh buruh atau pekerjanya.5
T.M. Fraser begitu tepat menguraikan suatu jawaban tentang bagaimana
mengatasi rasa ketidakpuasan dari kaum buruh atau pekerja melalui tulisannya sebagai
berikut :
Program pemanusiawian pekerjaan adalah suatu kemajuan akhir yang paling
fundamental dalam usaha memperbaiki keadaan manusia didalam industri. Dilihat
dari sudut kebutuhan manusia akan perubahan dan perlunya rangsangan terusmenerus
dalam lingkungan kerja, sudah selayaknya kita memeriksa kembali
bagian dari sifat dasar dan pemahaman mengenai pelaksanaan tersebut.
Oleh karena itu diharapkan agar diadakan perubahan secara terus-menerus mengenai
rangsangan yang menyangkut kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan memenuhi berbagai
kebutuhan manusia (buruh), tentunya tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang dapat
menghambat suasana kerja yang tenang.6
5 Djaja Sembiring Meliala, Op.cit., hlm. 93
6 Ibid.
6
Suatu tindakan pemogokan dapat dianggap sebagai upaya terakhir dari para buruh dan
perlu digunakan andaikata hasil perundingan ke arah perdamaian tidak mencapai kata
kesepakatan antara pihak buruh dan majikan. Pada tahun 1950, berdasarkan Undang-
Undang Keadaan Perang dan Darurat Perang dikeluarkanlah Peraturan Militer No. 1
Tahun 1951 yang melarang adanya pemogokan. Larangan mogok ini hanya berlaku bagi
perusahaan yang bersifat vital saja. Walaupun larangan mogok tidak meliputi semua
perusahaan, namun dapat disimpulkan bahwa pemogokan bukanlah cara yang sesuai
dengan budaya bangsa Indonesia di dalam menyelesaikan persoalan yang menyangkut
hubungan antara kaum buruh dengan majikan. Kemudian Peraturan kekuasaan Militer
tersebut diganti dan disempurnakan dengan Undang-Undang Darurat No. 16 Tahun 1951.
Mogok kerja adalah merupakan hak dasar pekerja dan serikat pekerja. Mogok kerja harus
dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.7. Pengertian
tertib dan damai adalah tidak menganggu keamanan dan ketertiban umum,dan/atau
mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau pengusaha atau
orang lain atau milik masyarakat8. Mogok Kerja adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh Pekerja/Buruh didalam perusahaan dengan cara9 :
a. Secara bersama-sama, atau sebagian
b. Berhenti bekerja atau memperlambat pekerjaan
c. Mogok duduk dengan orasi
Menurut Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) tahun 1948 ada 4 (empat)
hak buruh, yang disebut sebagai Hak dasar sosial, yaitu10 :
1. Hak Berserikat;
2. Hak Berunding Kolektif;
3. Hak Mogok; dan
4. Hak mendapat upah.
7 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagekerjaan 2003,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.162
8 Ibid, hlm.165
9 H. Srijono, Kapita Selekta Ketenagakerjaan dan Pengaturannya Dalam Per –UU an Pegangan Pengelola
SDM Sehari-hari, Penerbit tidak diketahui,2001 ,hlm 24.
10 Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,hlm.247
7
Dari hal tersebut diatas diketahui bahwa pada dasarnya eksistensi hak mogok tersebut
mendapat pengakuan dari hukum positif Indonesia dan konvensi Internasional sejauh hak
mogok tersebut sesuai dengan koridor hukum.
2. Segi-segi Positif dan Negatif dari Pemogokan
Pembahasan mengenai segi-segi positif dan negatif dari pemogokan, merupakan langkah
yang penting, karena dapat diketahui lebih jelas apa untung dan ruginya jika terjadi suatu
pemogokan. Apabila kita berbicara mengenai pemogokan khususnya masalah untung dan
rugi, maka hal tersebut tidak terlepas dari masalah kehidupan sosial ekonomi dan
stabilitas nasional. Kehidupan sosial ekonomi buruh yang bersangkutan dan sebagian
masyarakat.11
Jika dihubungkan dengan kehidupan sosial ekonomi sebenarnya tindakan pemogokan itu
sangat merugikan pihak buruh, karena buruh yang bersangkutan bisa kehilangan mata
pencaharian, dalam jangka waktu tertentu, bahkan ada kemungkinan buruh yang
bersangkutan akan terkena pemutusan hubungan kerja. Selain merugikan pihak buruh,
pemogokan itu, juga merugikan masyarakat, karena bisa terjadi barang-barang-barang
yang dibutuhkan masyarakat tidak beredar di pasar, sehingga tidak menyebabkan naiknya
harga.12
Tindakan penutupan perusahaan atau pemogokan pada prinsipnya tidak sesuai dengan
budaya bangsa kita yang berasaskan kekeluargaan. Suatu konflik sebaiknya diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat demi menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Apabila suatu konflik antara pihak buruh dan majikan berakhir dengan suatu pemogokan,
maka akan ada kemungkinan para buruh akan melakukan tindakan yang melanggar
hukum, misalnya terjadi perusakan. Jika terjadi suatu perusakan, maka orang yang
melakukan itu dapat diminta pertanggungjawabannya dari sudut hukum pidana.
Walaupun pemogokan itu dimungkinkan dalam hal-hal tertentu (bagi perusahaan yang
11 Djaja Sembiring Meliala, op.cit hlm 120
12 Ibid
8
yang tidak bersifat vital), namun tindakan tersebut hanya merupakan jalan pintas yang
bersifat emosional dan sering tidak terkendali, maka keadaan dapat menjadi lebih buruk
sehingga memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya pemukulan
atau pelemparan terhadap perusahaan, bahkan bisa terjadi pemukulan terhadap majikan.
Sebenarnya dengan melakukan pemogokan, para buruh menaruh suatu harapan agar
tuntutan mereka dipenuhi oleh pihak majikan. Tindakan pemogokan itu adalah sebagai
upaya pemaksa dalam rangka memperjuangkan kepentingan buruh. Persoalannya
sekarang adalah, apakah dengan pemogokan itu, tuntutan buruh akan dikabulkan oleh
pihak pengusaha atau tidak? Jawabannya sederhana saja, yaitu apabila pengusaha telah
merencanakan suatu target tertentu, misalnya telah mengadakan kontrak dengan
perusahaan lain mengenai penyediaan barang tertentu, dan sebelum isi kontrak dipenuhi
telah terjadi pemogokan, maka kondisi yang demikian memaksa pengusaha mau tidak
mau harus memenuhi permintaan buruh. Para pengusaha harus menjaga hubungan baik
sesama pengusaha, agar bonafitas mereka tidak tercemar. Karena di samping uang,
kepercayaan adalah merupakan modal yang penting bagi pengusaha. Jika pihak
pengusaha atau konsumen, maka ada kecendrungan tuntutan buruh akan dikabulkan.
Akan tetapi, andaikata pihak pengusaha tidak mempunyai target tertentu yang harus
diselesaikan pada saat terjadinya pemogokan, maka ada kecendrungan pihak pengusaha
akan bertahan, dan dalam kondisi yang demikian pihak buruh akan mengalami kesulitan
atau kerugian. Dengan demikian walaupun dimungkinkan pemogokan dalam hal-hal
tertentu, namun, sebaiknya penyelesaian suatu konflik di suatu perusahaan dilakukan
dengan musyawarah untuk mufakat.
Uraian-uraian diatas menggambarkan bahwa eksistensti hak mogok menimbulkan
implikasi yang kompleks terhadap berbagai bidang, hal ini juga mempengaruhi keputusan
pihak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, pada uraian berikut akan coba
mengupas implikasi antara hak mogok dan pengaruhnya secara langsung maupun tidak
langsung terhadap penanaman modal asing di Indonesia.
9
3. Pengertian Modal Asing.
Definisi tentang modal asing dapat dimulai dengan menelaah teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar. Pada paparannya Harrod dan Domar tetap mempertahankan pendapat
dari ahli-ahli ekonomi terdahulu yang menekankan peranan pembentukan modal dalam
penciptaan pertumbuhan ekonomi (Harrod-Domar dalam sukirni ; 1985 : 286)13. Menurut
Hamdy Hady (1999 : 95) Penanaman Modal lagsung yaitu investasi secara nyata (riil)
dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembeliaan barang modal,
pembelian lahan, bahan baku serta persediaan dimana investor terlibat langsung dalam
manajemen perusahaan dan mengontrol aktivitas penanaman modal tersebut dalam
konteks Internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan
multinasional dengan aktivitas investasi umumnya dibidang manufaktur, ekstrasi dan
eksplorasi sumber daya alam, industri jasa dan sebagainya.
Jepang merupakan negara terbesar yang melakukan PMA langsung sektor industri
manufaktur di Indonesia, dimana pada tahun 2000 (s/d Juni) tercatat masih melakukan
aktifitas PMA langsung pada hampir semua bidang industri manufaktur sebanyak 18
buah proyek dengan total nilai sebesar 895,672 Juta dollar AS, kemudian diikuti dengan
kesatuan negara-negara Uni Eropa seperti Inggris pada urutan kedua sebanyak 11 buah
proyek di bidang industri makanan, industri kertas, industri kimia dan industri mineral
dengan total nilai investasi sebesar 135,121 Juta Dollar, Belanda sebesar 10,773 Juta
Dollar AS, Jerman sebesar 8,587 Juta Dollar AS, dan Perancis sebesar 470 Juta Dollar
AS, Singapura sebagai sebuah Negara tunggal menduduki urutan ketiga sebanyak 38
buah proyek dengan total nilai investasi 103,737 Juta Dollar AS, kemudian Amerika
Serikat dengan 5 buah proyek di bidang industri perkayuan, farmasi, kimia dan barang
logam dengan total nilai investasi sebesar 13,628 Juta Dollar.14
13 Fitra Kurnia, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Langsung Sektor Industri
Manufaktur di Indonesia”, Tesis,Pascasarjana Fisip UI,Jakarta, 2000, hlm 16
14 Ibid.hlm 105.
10
Ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan penciptaan daya tarik PMA sektor industri
manufaktur di Indonesia yaitu :
1. Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berupa kekuatan-kekuatan atau keunggulan
negara tuan rumah yang dapat mengungguli negara pesaing dan kelemahankelemahan
dalam suatu negara tersebut yang harus ditanggulangi, faktor ini
digolongkan kedalam faktor penarik dari suatu negara tuan rumah aktifitas PMA
langsung.
2. Faktor Eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mengidentifikasi faktor dari
lingkungan yang menggambarkan peluang-peluang serta ancaman atau tantangan
dari negara tuan rumah tersebut. Faktor eksternal ini digolongkan kedalam faktorfaktor
yang mendorong (push factor) kepeutusan Penanaman Modal Asing langsung
dari suatu negara asal.
Menurut Philip Kotler (1997 : 35) faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi
di suatu negara tuan rumah terbagi dalam :
1. Faktor Penarik (Pull factor) ; yaitu faktor-faktor yang dimiliki oleh negara tuan
rumah (host country) yang dapat menjadi penarik bagi aktifitas PMA langsung.
Faktor ini dapat diuraikan kedalam faktor-faktor kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness). Bagi Indonesia faktor-faktor ini dapat diuraikan yaitu :
a. Faktor Kekuatan (Strength) ; Indonesia memiliki banyak faktor yang menjadikan
Indonesia memiliki daya tarik lebih dari negara-negara lain seperti memiliki
kebijakan pemerintah yang mendukung, sumber daya yang cukup, letak goegrafis
yang strategis, jumlah penduduk yang banyak serta upah buruh yang murah.
b. Faktor Kelemahan (weakness) ; Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan yang
dapat menjadikan posisi Indonesia kurang menarik perhatian para PMA seperti
11
tingkat penguasaan RISTEK yang rendah, produktivitas tenaga kerja yang kurang,
serta kondisi sosial politik negara yang pada akhir-akhir ini masih belum kondusif
baik bagi investor asing sendiri maupun kalangan dunia usaha domestik.
2. Faktor Pendorong (push factor) ; yaitu faktor-faktor yang mendorong suatu negara
melakukan penanaman modal ke negara lain. Faktor ini terbagi dalam faktorfaktor
yang dapat menjadi peluang (opportunity) yang harus bisa dimanfaatkan
oleh negara tuan rumah (host country) maupun dapat juga menjadi ancaman
(threats) yaitu :
a. Faktor Peluang (opportunity) ; Indonesia pada era globalisasi ini mendapat
peluang yang lebih baik untuk dapat menarik arus PMA langsung dari negaranegara
investor. Ciri-ciri dari globalisasi yang umumnya seperti semakin tipisnya
batas-batas antar negara, meningkatnya perdagangan dalam industri (intra firm
trade), meningkatnya perdagangan regional (intra regional trade) maupun dengan
ikutnya Indonesia dalam blok-blok ekonomi baru seperti APEC, AFTA, maupun
dengan munculnya blok ekonomi lain seperti NAFTA dan Uni Eropa. Jika
Indonesia dapat menarik Investor dari negara-negara anggota blok ekonomi
tersebut maka Indonesia secara tidak langsung dapat mengambil peluang
(oppurtunity) dari era globalisasi yang tengah berlangsung ini.
b. Faktor Ancaman (Threats) ; posisi Indonesia dalam menarik arus investasi asing
ini mendapat ancaman baik dari negara asal modal seperti isu pelanggaran HAM,
isu upah buruh dibawah kebutuhan fisik minimum, tenaga kerja anak-anak
maupun dari negara yang juga menginginkan masuknya PMA asing ke negaranya
baik dari sesama negara Asia, China, Tahiland, Vietnam juga dari negara-negara
non Asia khsususnya negara-negara Eropa Timur.
Faktor Ancaman yang melibatkan isu upah buruh dibawah kebutuhan fisik minimum
inilah yang sering menjadi pemicu pemogokan bekerja di sebagian besar perusahaanperusahaan
Indonesia. Hak untuk mogok kerja (Strike) adalah hak yang telah mendapat
12
tempat tersendiri didalam tata hukum ketenagakerjaan Indonesia akan tetapi seringkali
pula pihak buruh tidak mengindahkan prosedural yuridis didalam melaksanakan hak
tersebut seperti mogok dilakukan bila perundingan bersama pengusaha menemukan jalan
buntu atau juga pemberitahuan mogok kerja kepada pihak berwenang sebelum mogok
kerja benar-benar dilakukan.
Diakui bahwa mogok kerja adalah dibenarkan apabila dilakukan sesuai prosedur akan
tetapi disisi lain pelaksanaan hak mogok oleh pihak buruh juga mendapat dapat
menimbulkan kerugian bagi pihak pengusaha, kerugian yang dimaksud dapat meliputi
kerugian secara materi yaitu penusaha kehilangan keuntungan produksi yang seharusnya
diperoleh dan atau juga kerugian secara moral dimana perusahaan tersebut telah melekat
stigma bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan bermasalah yang dapat
menurunkan kredibilitas perushaan itu sendiri dimata masyarakat nasional maupun
Internasional, sehingga dapat menimbulkan keenganan bagi perusahaan-perusahaan
ataupun pihak-pihak lain yang ingin bermitra bisnis dengan perusahaan tersebut.
Dipihak Pemerintah sendiri, tidak jelasnya penafsiran Undang-Undang Ketenagakerjaan
yang mengatur kehidupan ketenagakerjaan di Indonesia dan adanya oknum-oknum aparat
Departemen Tenaga kerja yang melakukan pungli dan pemerasan terhadap perusahaanperusahaan
asing dengan mengangkat isu masalah ketenagkerjaan menjadi menambah
sederatan panjang ketidakberesan dan ketidakpastian hukum di Indonesia.
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor penting yang harus disikapi oleh berbagai pihak
yang terkait termasuk buruh dan pengusaha. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia
merupakan negara yang sedang berkembang yang sangat membutuhkan modal untuk
membangun bangsa dan negara dengan menarik investor asing untuk mananamkan
modalnya ke Indonesia, akan tetapi apabila hal-hal tersebut diatas tidak segara dibenahi
maka niscaya setiap perusahaan asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia
akan berfikir seribu kali lagi atau juga mungkin perusahaan-perusahaan asing yang sudah
sempat menanamkan modalnya di Indoensia akan segera memindahkan perusahaan
13
maupun modalnya keluar Indonesia untuk ditanamkan di negara lain yang kondisi
sosialnya lebih stabil.
Sekalipun hak mogok sesuai ketentuan yuridis dibenarkan akan tetapi ada baiknya setiap
permasalahan diselesaikan secara kompromistis. Pengusaha disatu pihak harus mampu
mengikuti ketentuan Pemerintah mengenai pemenuhan upah yang layak dan tingkat
kesejahteraan yang memadai yang diberlakukan kepada buruh, buruh diharapkan dapat
memberikan jasa yang menunjang produktivitas yang optimal dan pemerintah dapat pula
berperan sebagai fasilitator dalam menangani dan mengawasi hubungan ketenagakerjaan
yang ideal.
Iklim ketenagakerjaan yang kondusif tentu akan mendorong para investor asing untuk
mengambil keputusan menanamkan saham/modalnya di Indonesia yang dapat
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, memecahkan masalah pengangguran yang
merupakan masalah global di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Bila setiap
pihak mampu menahan diri untuk dapat duduk bersama memecahkan masalah yang
timbul maka mogok kerja dari pihak buruh ataupun penutupan perusahaan dari pihak
pengusaha dapat dihindari yang dapat membawa kerugian kepada masing-masing pihak.
Penegakan hukum ketengakerjaan secara konsisten dan jujur dari pihak pemerintah
adalah faktor yang tidak kalah pentingnya untuk memberikan jaminan kepada pihak
buruh untuk memperjuangkan hak-haknya dan sekaligus memberikan kepastian hukum
terhadap pemegang modal (investor).
-----------

BAB IV
KESIMPULAN/SARAN
Dalam rangka menciptakan suasana kerja yang harmonis dan produktivitas yang cukup
tinggi, maka tiada lain harus diciptakan kondisi yang kondusif terhadap buruh sebagai
tulang punggung perusahaan. Dengan menempatkan para buruh dalam kondisi yang
menyenangkan, maka berbagai kekhawatiran yang terjadi dapat diminimalisir, seperti
kekhawatiran akan terjadi pemogokan. Dalam diri mereka harus ditanamkan sedini
mungkin prinsip “sense of belonging” agar tidak ragu-ragu bekerja untuk perusahaan.
Dengan memberikan kepercayaan yang cukup besar kepadanya, maka hubungan antara
buruh dan majikan dapat berjalan dengan baik, dan dengan demikian diharapkan mereka
tidak akan melakukan pemogokan. Masalah-masalah hubungan industrial dalam bentuk
keresahan pekerja, unjuk rasa dan pemogokan sangat menganggu proses produksi
sehingga merugikan pekerja sendiri, pengusaha dan seluruh masyarakat pada umumnya.
Sebab itu, masalah-masalah hubungan industrial tersebut termasuk perselisihan antara
pengusaha dan pekerja harus diselesaikan sejak dini. 15
Hak mogok merupakan hak prinsipil yang dimiliki oleh buruh yang dilindungi oleh
Undang-Undang, akan tetapi hendaknya hak tersebut diletakkan kepada koridor prosedur
yuridis yang sudah diatur dengan Undang-Undang. Perlu dipahami pula bahwa tak dapat
dipungkiri Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang yang siap membangun
negara dengan salah satu upaya adalah menarik minat investor asing untuk menanamkan
modalnya ke Indonesia. Investasi ekonomi dari luar negeri merupakan faktor akselerasi
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa, akan tetapi apabila iklim dunia kerja
di Indonesia tidak kondusif terhadap penanaman modal asing maka sudah tentu investor
asing menolak untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena membayangkan
kerugian yang akan ditanggung apabila kerap terjadi gejolak dalam bentuk mogok kerja
yang banyak dilakukan pihak tenaga kerja/buruh. Pemerintah dalam hal ini harus dapat
menerapkan penegakkan hukum ketenagakerjaan yang tegas misalnya menolak mogok
15 Payaman J. Simanjuntak, Masalah-Masalah Hubungan Industrial Di Indonesia, Himpunan Pembina
Sumber Daya Manusia Indonesia (HIPSMI), Jakarta,1992, hlm.41
15
kerja yang dilakukan tidak sesuai prosedur ataupun juga melakukan pengawasan yang
optimal terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak memberlakukan peraturan
ketengakerjaan dengan benar di lingkungan perusahaannya.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh pihak pengusaha untuk menyelesaikan
permasalahan tenaga kerja dengan dengan melakukan kontrol dan pengawasan serta
pendekatan terhadap karyawannya, seperti menurut Richards S. Deems, Ph.D. :
Ten Tips for Putting the CARE and CONTROL Approach into Action16
1. Take time to review the termination situation to ensure that all company policies are
being followed.
2. Take time to prepare your script – your outline of what you plan to say
3. Anticipate how the employee might react to the termination, and plan how you will
respond.
4. Always include at least one other supervisor or manager to assist you during the
termination meeting.
5. Conduct the termination discussion at a time and in a place where both the
employee and the remaining employees will not be unduly embarrassed.
6. Identify a way to exit the building that will cause the least embarrassment to the
employee and the remaining employees.
7. Always prepare a brief summary report of the termination meeting and file it
appropriately.
8. Take time to notify remaining employees and, when appropriate, affected company
customers.
9. Use the Termination Planning Guide (in back) to review your entire planning
process.
10. Remember always to think CARE and CONTROL.
---------
16 Richards S. Deems, I have to Fire Someone, American Media Publishing,USA, hlm.100
16
DAFTAR PUSTAKA
* Buku
Rusli, Hardijan., Hukum Ketengakerjaan 2003, Cetakan Pertama,Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2003.
Simanjuntak, Payaman, Masalah Hubungan Industrial Di Indonesia, Edisi kedua,
Himpunan Pembina SumberDaya Manusia Indonesia, Jakarta, 1992.
Prinst, Darwan, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja
Untuk Mempertahankan Hak-haknya), Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000.
Tim PMK-HKBP, Pengetahuan Dasar Tentang Hak-Hak Buruh, Cetakan Keempat,
Yakoma PGI, Jakarta, 2002.
Khakim, Abdul, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Srijono, Kapita Selekta Ketenagkerjaan Dan Pengaturannya dalam Perundang-
Undangan Pegangan Pengelola SDM sehari-hari, Penerbit tidak
diketahui, tanpa tahun.
* Tesis
Sembiring Meliala, Djaja, Eksistensi Dan Pleaksanaan Hak Mogok Menurut Hukum
Perburuhan Indonesia, Tesis S2 pada Program PascaSarjana
Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1994.
17
Kurnia, Fitra, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing
Langsung Sektor Industri Manufaktur Di Indonesia, Tesis S2 pada
Program PascaSarjana Fakultas Ilmu Sosial Politik UI, Jakarta, 2000.
-----------
Dikutip dari :
CHRISTHOPHORUS BARUTU, SH.,MH
Staf Advokasi & Kebijakan Publik DPN APINDO
18

Tidak ada komentar: